Aku terduduk
menunduk tanpa bisa berkata. Aku sibuk menahan ribuan butir air mata yang ingin
mendobrak keluar tanpa mmemiliki rasa malu.
“aku sudah
cerita kan tentang keberangkatanku ke Padang?” kata Bimo yang juga menunduk
disebelahku. Suaraya terdengar begitu pelan dan terlantun begitu hati-hati.
Aku masih
terdiam. Masih menahan air mataku. Aku tak mau menangis di rumahnya.
Bimo menggenggam
tanganku “aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri disini tanpa ada yang
menjagamu” katanya seperti memohon dan kini menatapku “harus ada seseorang yang
menjagamu disini” lanjutnya lagi.
Tangisku pecah
seketika. Tangannya aku genggam lebih erat. Aku tidak tahu nada memohon itu
memohon apa? “ada banyak hal yang bisa kau kerjakan disini, aku akan membantumu”
mohonku.
“kau tahu bukan
tuntutan orangtuaku? Aku tertekan Dinda” jalasanya.
Aku terdiam.
Benar. aku sangat egois memaksanya untuk
tinggal bersamaku dan dia harus menahan berbagai tuntutan yang membuatnya
tertekan disini. Tapi aku harus apa? “kau tahu, aku akan baik-baik saja disini,
silahkan kejar apa yang kamu inginkan” kataku, aku sendiri tidak yakin dengan
kata-kata yang aku lontarkan.
“engga Dinda,
kita berjauhan dan kau tahu. Aku tidak bisa menjalin hubungan sejauh itu”
katanya menusuk dalam jantungku “aku percaya kau akan setia dan kaupun tahu aku
tak akan mengejar wanita disana karena aku mencintaimu. Tapi aku tidak mau
membiarkanmu menunggu disini”
Sepertinya aku
akan memilih ditusuk degan pecahan beling dari gelas berisi air yang ada di
depanku. Rasanya perih mengetahui ia ingin mengakhiri segalanya dengan cara
menyerah sebelum ada cobaan seperti ini. Aku melepas genggamanku dengan penuh
air mata yang setiap detiknya semakin deras “kalau begitu lepas aku jika itu
yang bisa membuatmu tenang disana” kataku.
Bimo menggenggam
tanganku lagi. Dan kini lebih kencang seakan takut kehilangan, wajahnya
menunduk seakan menyembunyikan kekalutannya.
Kami seperti
tidak peduli dengan ada atau tidak ada yang mendengar disana.
“lepas Bim. Aku
mencintaimu dan aku tak ingin perasaanku hanya menjadi penghalang” kataku
dengan darah yang mengalir deras penuh didih.
“aku engga akan
sebimbang ini kalo aku engga terlanjur cinta sama kamu” katanya kini
menggenggam tanganku dengan kedua tangannya lalu mencium tanganku.
Tangisku semakin
pecah. Akupun merasakannya. Aku tak akan menangis sehancur ini jika aku tidak
terlanjur mencinainya.
Kepalaku kini
sudah tenggelam dalam peluknya. Ada tetes air mata yang jatuh dari wajahnya.
Bimo menangis dan langsung ia seka. Sungguh. Aku sangat takut kehilangan
hubungan kami yang masih berumur jagung ini.
“aku butuh waktu
untuk memikirkannya” kata Bimo yang masih memelukku.
Aku masih sibuk
dengan isakku. Bila semuanya berakhir aku tak akan menemukan pelukan hangat ini
lagi.
--
Kampus terasa
mati. Aku baru saja mendapat kabar buruk dari seseorang yang aku percaya tak
akan membohongiku.
Nita, Adik
perempuan Bimo yang mengangkat aku sebagai kakaknya juga. Ia menceritakan
segalanya tadi pagi.
Tentang hubungan
Bimo dan Vina, sanga mantan kekasihnya. Hubungan itu kian membaik dan membuat
Bimo menjauh dariku. Ternyata Bimo belum benar-benar membenci perempuan yang
sudah menghianatinya bertubi-tubi.
Aku pikir kebencian
yang ia ceritakan padaku waktu itu mampu menghapus rasa cintanya. Ternyata
tidak. Dia begitu ingin kembali pada Vina, si gadis jalang yang pernah tidur
dengan seorang pengusaha sampai Bimo harus bekerja keras untuk menyogok seorang
wartawan untuk tidak mengekspose Vina dan pengusaha itu. pengusaha yang cukup
terkenal dan sudah memiliki istri. Bimo rela.
Bimo masih
memaafkannya dan berharap kembali? Kepergiannya ke Padang hanya alasan untuk
menyudahi hubungannya denganku?
“tidak”
bantahnya setelah aku mempertanyakan kepergiannya ke padang hanya alasan belaka
untuk putus denganku “aku akan berangkat akhir tahun ini” lanjutnya dengan
tegas.
“kalo kamu
memang sudah tidak nyaman lagi denganku. Katakan. Aku tidak suka ada sandiwara”
kataku
Bimo terdiam.
Lalu mengacak-acak rambutnya.
“jika kau ingin
kembali pada Vina. Katakan padaku. Aku akan meninggalkanmu seperti yang kau
mau” kataku dan masih dibalas bungkam oleh Bimo “aku tidak mengharapkan papun
darimu Bimo. Kau tidak bekerja, aku tidak memaksamu. Kau tidak bisa memberiku
hadiah saat ulang tahunku, aku tidak marah seperti yang wanita lain lakukan”
kataku perlahan. Air mataku tak sedikitpun ingin menetes. Entah lah. Rasanya
terlalu sakit untuk menteskan air mata.
Bimo masih
terdiam. Aku tahu ada beribu kata dikepalanya dan ia hanya sibuk memilih
kata-kata yang tidak akan menyakiti hatiku walaupun percuma. Setiap huruf yang
ia susun akan menyelipkan sayatan masing-masing pada perasaanku yang sudah tak
terbentuk.
Aku memang sudah
mengetahui segalanya. Aku hanya ingin ia mengatakannya sendiri agar aku yakin
untuk membencinya seumur hidupku.
“kau pantas
membenciku Dinda” dia berbicara. Kalimat yang sudah aku iya-kan sebelum ia
mengatakannya.
“memang, aku
akan membencimu seumur hidupku” sambarku tanpa membuat jeda dari kalimat yang
ia lontarkan.
Sekali lagi. Aku
sama sekali tidak ingin menangis kali ini.
“aku ingin
bercerita padamu untuk yang terakhir kalinya” kataku. “sebelumnya aku ingin
bertanya padamu. Apa yang kau lakukan sabtu minggu lalu?” aku memandang wajah
Bimo.
Ia sibuk
memandang sound system didepannya. Aku tahu ia tak akan menjawabnya, aku tahu
ia pergi menemui Vina hari itu.
“kau tahu? Aku
kembali sakit kepala lalu mengalami pendarahan hidung. Aku dilarikan ke rumah
sakit dan didiagnosa terkena kanker otak” jelasku dengan senyuman. Aku tak
ingin menangis hari ini. Tak ada alasan untuk aku menitihkan air mata mala
mini.
Ia langsung menengok
dan menatap lurus ka arah wajahku. Aku bisa merasakannya walau pandanganku
kosong kedepan.
“sakit kepala
yang sering aku keluhkan ternyata benar-” aku meggantungkan kalimatku. Mengucap
‘kanker otak’ terlalu menyakitkan untukku.
Bimo
menyandarkan kepalaku di pudaknya dan aku langsung mengelak. Pria ini menambah
daftar kekecewaanku pada tuhan. Ia memberiku terlalu banyak cobaan dalam satu
waktu. Aku kelelahan memikulnya.
“aku terlalu
banyak membuat Planning untuk
hubungan kita” kataku sambil tersenyum. Megatakan ‘hubungan kita’ rasanya
sangat janggal sekarang. “dan ternyata kita hanya mampu berjalan sampai disini”
kataku lagi. Air mataku enggan menetes. Kini aku berharap ia keluar. Bukankah
yang dapat membasuh luka adalah air mata? Aku memaksanya keluar namun. Mataku
hanya membentuk benteng kaca tanpa ada lelehan.
Kami berakhir
malam itu. aku banyak belajar darinya. dari Bimo yang rasanya sangat aku benci
sampai saat ini.
Aku belajar
mencintai adalah tentang ikhlas dan memaafkan. Ternyata ada orang yang rela
menanti sebuah kebodohan seperti dia. Memberi maaf ke seribu untuk perempuan
yang berkali-kali melempar luka padanya.
Perempuan dengan
borok sehina itu masih dapat dicintai dengan cinta sesuci itu? tuhan memiliki
hadiah besar untuknya.
Casinos in USA - Lucky Club
BalasHapusCasinos in USA · Hollywood Casino, Hollywood's only AAA luckyclub Four Diamond destination · Wild Casino, Westgate Las Vegas · Casino Queen Casino Resort What are the best casinos to play in USA?Where can I play at the best online casinos in the USA?