Rabu, 30 September 2015

Sebuah Akhir [CerPen]



Aku terduduk menunduk tanpa bisa berkata. Aku sibuk menahan ribuan butir air mata yang ingin mendobrak keluar tanpa mmemiliki rasa malu.
“aku sudah cerita kan tentang keberangkatanku ke Padang?” kata Bimo yang juga menunduk disebelahku. Suaraya terdengar begitu pelan dan terlantun begitu hati-hati.

Aku masih terdiam. Masih menahan air mataku. Aku tak mau menangis di rumahnya.
Bimo menggenggam tanganku “aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri disini tanpa ada yang menjagamu” katanya seperti memohon dan kini menatapku “harus ada seseorang yang menjagamu disini” lanjutnya lagi.
Tangisku pecah seketika. Tangannya aku genggam lebih erat. Aku tidak tahu nada memohon itu memohon apa? “ada banyak hal yang bisa kau kerjakan disini, aku akan membantumu” mohonku.
“kau tahu bukan tuntutan orangtuaku? Aku tertekan Dinda” jalasanya.
Aku terdiam. Benar. aku sangat egois memaksanya untuk tinggal bersamaku dan dia harus menahan berbagai tuntutan yang membuatnya tertekan disini. Tapi aku harus apa? “kau tahu, aku akan baik-baik saja disini, silahkan kejar apa yang kamu inginkan” kataku, aku sendiri tidak yakin dengan kata-kata yang aku lontarkan.
“engga Dinda, kita berjauhan dan kau tahu. Aku tidak bisa menjalin hubungan sejauh itu” katanya menusuk dalam jantungku “aku percaya kau akan setia dan kaupun tahu aku tak akan mengejar wanita disana karena aku mencintaimu. Tapi aku tidak mau membiarkanmu menunggu disini”
Sepertinya aku akan memilih ditusuk degan pecahan beling dari gelas berisi air yang ada di depanku. Rasanya perih mengetahui ia ingin mengakhiri segalanya dengan cara menyerah sebelum ada cobaan seperti ini. Aku melepas genggamanku dengan penuh air mata yang setiap detiknya semakin deras “kalau begitu lepas aku jika itu yang bisa membuatmu tenang disana” kataku.
Bimo menggenggam tanganku lagi. Dan kini lebih kencang seakan takut kehilangan, wajahnya menunduk seakan menyembunyikan kekalutannya.
Kami seperti tidak peduli dengan ada atau tidak ada yang mendengar disana.
“lepas Bim. Aku mencintaimu dan aku tak ingin perasaanku hanya menjadi penghalang” kataku dengan darah yang mengalir deras penuh didih.
“aku engga akan sebimbang ini kalo aku engga terlanjur cinta sama kamu” katanya kini menggenggam tanganku dengan kedua tangannya lalu mencium tanganku.
Tangisku semakin pecah. Akupun merasakannya. Aku tak akan menangis sehancur ini jika aku tidak terlanjur mencinainya.
Kepalaku kini sudah tenggelam dalam peluknya. Ada tetes air mata yang jatuh dari wajahnya. Bimo menangis dan langsung ia seka. Sungguh. Aku sangat takut kehilangan hubungan kami yang masih berumur jagung ini.
“aku butuh waktu untuk memikirkannya” kata Bimo yang masih memelukku.
Aku masih sibuk dengan isakku. Bila semuanya berakhir aku tak akan menemukan pelukan hangat ini lagi.

--

Kampus terasa mati. Aku baru saja mendapat kabar buruk dari seseorang yang aku percaya tak akan membohongiku.
Nita, Adik perempuan Bimo yang mengangkat aku sebagai kakaknya juga. Ia menceritakan segalanya tadi pagi.
Tentang hubungan Bimo dan Vina, sanga mantan kekasihnya. Hubungan itu kian membaik dan membuat Bimo menjauh dariku. Ternyata Bimo belum benar-benar membenci perempuan yang sudah menghianatinya bertubi-tubi.
Aku pikir kebencian yang ia ceritakan padaku waktu itu mampu menghapus rasa cintanya. Ternyata tidak. Dia begitu ingin kembali pada Vina, si gadis jalang yang pernah tidur dengan seorang pengusaha sampai Bimo harus bekerja keras untuk menyogok seorang wartawan untuk tidak mengekspose Vina dan pengusaha itu. pengusaha yang cukup terkenal dan sudah memiliki istri. Bimo rela.
Bimo masih memaafkannya dan berharap kembali? Kepergiannya ke Padang hanya alasan untuk menyudahi hubungannya denganku?

“tidak” bantahnya setelah aku mempertanyakan kepergiannya ke padang hanya alasan belaka untuk putus denganku “aku akan berangkat akhir tahun ini” lanjutnya dengan tegas.
“kalo kamu memang sudah tidak nyaman lagi denganku. Katakan. Aku tidak suka ada sandiwara” kataku
Bimo terdiam. Lalu mengacak-acak rambutnya.
“jika kau ingin kembali pada Vina. Katakan padaku. Aku akan meninggalkanmu seperti yang kau mau” kataku dan masih dibalas bungkam oleh Bimo “aku tidak mengharapkan papun darimu Bimo. Kau tidak bekerja, aku tidak memaksamu. Kau tidak bisa memberiku hadiah saat ulang tahunku, aku tidak marah seperti yang wanita lain lakukan” kataku perlahan. Air mataku tak sedikitpun ingin menetes. Entah lah. Rasanya terlalu sakit untuk menteskan air mata.
Bimo masih terdiam. Aku tahu ada beribu kata dikepalanya dan ia hanya sibuk memilih kata-kata yang tidak akan menyakiti hatiku walaupun percuma. Setiap huruf yang ia susun akan menyelipkan sayatan masing-masing pada perasaanku yang sudah tak terbentuk.
Aku memang sudah mengetahui segalanya. Aku hanya ingin ia mengatakannya sendiri agar aku yakin untuk membencinya seumur hidupku.
“kau pantas membenciku Dinda” dia berbicara. Kalimat yang sudah aku iya-kan sebelum ia mengatakannya.
“memang, aku akan membencimu seumur hidupku” sambarku tanpa membuat jeda dari kalimat yang ia lontarkan.
Sekali lagi. Aku sama sekali tidak ingin menangis kali ini.
“aku ingin bercerita padamu untuk yang terakhir kalinya” kataku. “sebelumnya aku ingin bertanya padamu. Apa yang kau lakukan sabtu minggu lalu?” aku memandang wajah Bimo.
Ia sibuk memandang sound system didepannya. Aku tahu ia tak akan menjawabnya, aku tahu ia pergi menemui Vina hari itu.
“kau tahu? Aku kembali sakit kepala lalu mengalami pendarahan hidung. Aku dilarikan ke rumah sakit dan didiagnosa terkena kanker otak” jelasku dengan senyuman. Aku tak ingin menangis hari ini. Tak ada alasan untuk aku menitihkan air mata mala mini.
Ia langsung menengok dan menatap lurus ka arah wajahku. Aku bisa merasakannya walau pandanganku kosong kedepan.
“sakit kepala yang sering aku keluhkan ternyata benar-” aku meggantungkan kalimatku. Mengucap ‘kanker otak’ terlalu menyakitkan untukku.
Bimo menyandarkan kepalaku di pudaknya dan aku langsung mengelak. Pria ini menambah daftar kekecewaanku pada tuhan. Ia memberiku terlalu banyak cobaan dalam satu waktu. Aku kelelahan memikulnya.
“aku terlalu banyak membuat Planning untuk hubungan kita” kataku sambil tersenyum. Megatakan ‘hubungan kita’ rasanya sangat janggal sekarang. “dan ternyata kita hanya mampu berjalan sampai disini” kataku lagi. Air mataku enggan menetes. Kini aku berharap ia keluar. Bukankah yang dapat membasuh luka adalah air mata? Aku memaksanya keluar namun. Mataku hanya membentuk benteng kaca tanpa ada lelehan.

Kami berakhir malam itu. aku banyak belajar darinya. dari Bimo yang rasanya sangat aku benci sampai saat ini.
Aku belajar mencintai adalah tentang ikhlas dan memaafkan. Ternyata ada orang yang rela menanti sebuah kebodohan seperti dia. Memberi maaf ke seribu untuk perempuan yang berkali-kali melempar luka padanya.
Perempuan dengan borok sehina itu masih dapat dicintai dengan cinta sesuci itu? tuhan memiliki hadiah besar untuknya.


1 komentar:

  1. Casinos in USA - Lucky Club
    Casinos in USA · Hollywood Casino, Hollywood's only AAA luckyclub Four Diamond destination · Wild Casino, Westgate Las Vegas · Casino Queen Casino Resort What are the best casinos to play in USA?Where can I play at the best online casinos in the USA?

    BalasHapus